SELAMAT PAGI BIDADARI (86)

Karya Tien Kumalasari

Pak Broto dan bu Broto bergantian memeluk Rio, lebur menjadi satu dalam kebahagiaan. Rio kemudian mengajak Pak Broto dan Bu Broto duduk menunggu, karena Wulan belum bisa ditemui, walau keinginan bertemu dengan sang istri sudah sangat menghentak-hentak dadanya.

“Sabar Roy, kamu nanti pasti juga akan bisa segera menemui istri kamu,” kata pak Broto yangmelihat Roy tampak gelisah.

“Ini kebetulan juga Murni ada di rumah sakit, tapi aku sudah lega, Restu bilang Murni baik-baik saja, hanya saja harus dirawat beberapa waktu lamanya, sampai keadaan membaik,” kata bu Broto.

“Ya, nanti setelah kita bertemu Wulan, kita segera menemui Murni di rumah sakit.”

“Bagaimana dengan Sarni, dia pasti juga gelisah memikirkan anaknya.”

“Ibu telpon Sarni saja, suruh naik taksi ke rumah sakit, dimana Murni dirawat, sambil membawakan baju ganti, siapa tahu Murni membutuhkan. Jangan lupa juga baju ganti untuk Gilang, dan susu, dan apa lah semua kebutuhan Gilang, soalnya sudah lama dia di rumah sakit. Mungkin juga haus dan lapar. Restu kan belum bisa meninggalkannya karena Murni sendirian.”

“Iya ya, kalau begitu biar ibu telpon Sarni dulu.”


“Bagaimana keadaanmu?” tanya Restu sambil menggendong Gilang yang sedang tidur.

“Aku baik-baik saja. Rasa nyeri sudah hilang. Hanya sedikit kaku, karena tak bisa bergerak.”

“Bukan tak bisa, memang tak boleh banyak bergerak. Kamu harus sabar Mur, demi bayi kamu, juga diri kamu sendiri.”

“Iya, aku tahu. Karena panik aku tak hati-hati.”

“Sebenarnya panik karena apa? Hanya mendengar dering telpon, mengapa panik?”

“Waktu itu Lisa kan datang dengan membawakan balon-balon untuk Gilang. Aku masuk ke rumah untuk mengambilkan uang. Tiba-tiba aku panik karena tak melihat Gilang di teras, lalu aku bergegas keluar, dan merasa lega karena melihat Gilang sedang lari-lari mengejar balon yang tertiup angin. Aku mendengar dering telpon sejak aku masuk ke rumah untuk mengambil uang, tapi belum sempat mengangkatnya karena rasa panik tadi. Kemudian aku tergesa masuk untuk mengangkat ponsel, tapi kurang hati-hati, tersandung mainan Gilang yang masih terserak di lantai, sehingga aku terjatuh. Untunglah ada Lisa yang dengan cepat memanggil taksi untuk membawaku ke rumah sakit.”

Restu bernapas lega. Ia merasa berdosa telah memarahi Lisa sehingga tampaknya Lisa sangat marah.

“Jangan lupa nanti Mas temui Lisa dan minta maaf.”

“Iya, nanti aku akan mencarinya. Habis rumahnya juga belum tahu.”

“Dia kan menjual balon di dekat pasar itu, nanti Mas bisa mencarinya di sekitar sana.”

“Baiklah, Sekarang aku telpon yu Sarni dulu, kita minta dia datang kemari sambil membawa baju-ganti untuk kamu ya.”

“Iya Mas, simbok pasti cemas karena belum melihat keadaanku.”

Tapi ketika Restu menelpon, yu Sarni ternyata sudah dalam perjalanan ke rumah sakit.

“Ini tadi bu Broto menelpon, menyuruh yu Sarni ke rumah sakit sambil membawa baju ganti untuk Murni, dan juga untuk Gilang.”

“Syukurlah. Yu Sarni sempat membawakan susu untuk Gilang? Atau makanan, barangkali?”

“Susu Gilang masih ada yang di rumah bu Broto, sudah yu Sarni bawa, dan makanan kaleng saja yang ada. Belum sempat membuat bubur.”

“Ya sudah tidak apa-apa Yu, segera datang. Ini Gilang sedang tidur.”


Yu Sarni segera memeluk Murni dan menangis. Tangisan lega karena Murni ternyata baik-baik saja.

“Lain kali harus hati-hati, ingat kamu sedang mengandung anak kamu.”

“Iya Mbok. Habisnya Murni jalan tergesa-gesa.”

“Yu, tidurkan Gilang di situ, kan ada tempat tidur untuk penunggu, jaga Murni dan Gilang, saya mau pergi dulu.”

“Iya Pak Restu.”

“Aku sampai belum bertanya pada mas Rio, bagaimana operasinya Wulan.”

“Tadi bu Broto sudah menelpon, katanya bayinya sudah lahir, dan keadaan mereka baik-baik saja.”

“Ah, syukurlah, aku ikut senang mendengarnya.”

“Cuma saja belum boleh dijenguk, menunggu selesai ditangani. Itu sebabnya pak Broto sama bu Broto belum bisa ke sini, katanya kalau sudah bertemu bu Wulan baru mau datang kemari.”

“Ya sudah, yang penting semuanya baik2 saja. Sekarang aku pergi dulu ya Yu”

“Ya Mas, hati-hati”


Restu sudah sampai ditempat, dimana dia dan Murni melihat Lisa ditempat itu. Tapi lama sekali Restu mencari, ia tak melihat penjual balon disana

“Apa dia langsung pulang dan tidak berjualan ya? Lalu kemana aku harus mencarinya?”

Restu mondar mandir disekitar tempat itu, dan akhirnya karena tak tahan dia nekat bertanya kepada seseorang. Iya penjual buah yang mangkal ditempat itu.

“Numpang tanya Bu, yang biasanya jualan balon ditempat ini kok gak nampak ya?”

“O, yang istrinya cantik itu?”

“Iya, Bu”

“Nggaktau kenapa hari ini dia tidak jualan. Kalau suaminya memang sedang sakit. Tapi mungkin dia tidak jualan menggantikan suaminya karena dia sedang hamil” Kata penjual buah panjang lebar.

“Tahukah ibu dimana rumahnya?”

“Rumahnya masuk gang sempit itu, coba tanya kesana mungkin ada tetangganya yang tau”

“O, gang sempit didepan itu ya Bu?”

“Iya benar, kalu persisnya saya tidak tau karena belum pernah kesana”

“Baiklah Bu, terimakasih banyak” kata Restu kemudian bergegas memasuki gang yang ditunjuk penjual buah itu.

Restu melangkah sambil menoleh ke kiri dan ke kanan. Gang itu sepi, ada rumah2 petak yang pintunya sebagian besar tertutup. Barangkali disian dan menjelang sore ini mereka masih pada bekerja Restu sudah berjalan hampir sampai diujung gang, ketika melihat anak kecil lewat.

“Dik…dik…tolong tanya, rumah penjual balon dimana ya?”

“O, yang istrinya cantik?”

Restu heran kok yang terkenal adalah kecantikannya sih.Penjual buah tadi juga berkata seperti yang dikatakan anak kecil ini

“Iya dik, istrinya cantik”

“Rumahnya yang tertutup itu, mungkin ada didalam karena suaminya sakit”.

“O, yang diujung itu ya dik?”

Anak itu mengangguk, Restu memberinya uang sepuluh ribu, lalu anak itu mengucapkan terimakasih kemudian berlari menjauh

Restu mendekati rumah yang ditunjuk anak itu, lalu mengetuk pintu.

Tok…tok…tok….

“Permisi…”

“Assalamu’alaikum….”

Tak ada jawaban. Restu mengintip kedalam rumah melalui sela2 pintu rumah yang renggang. Tapi tak ada siapapun yang tampak.

Restu memutari rumah melalui samping.barangkali penghuninya ada di belakang. Ia melihat pintu bagian belakang juga terkunci.

Restu merasa putus asa sambil berjanji dalam hati untuk kembali lagi keesokan harinya.Ia membalikkan tubuhnya dan bermaksud pulang. Ia juga bermaksud menjenguk Wulan karena kebetulan tempat ini tak jauh dari Rumah Sakit tempat Wulan melahirkan.

Tapi sebelum sampai di pagar, seseorang menyapanya

“Bapak mencari penjual balon?”

“Iya, tapi rumahnya sepi” jawab Restu.

“Belum lama mereka pergi, istri penjual balon itu sakit”

“Yang sakit istrinya apa penjual balon?”

“Penjual balon memang sudah beberapahari sakit. Tapi tadi mengantarkan istrinya ke rumah sakit karena kandungannya bermasalah”


Besok lagi ya.

Bersambung ke Jilid 87

Tags: No tags

Leave A Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *