Karya Tien Kumalasari
Restu keluar dari kamar, mencari-cari, dimana istrinya berada. Belum ada kopi panas di atas meja, dan dia juga tak mendengar ada kesibukan di dapur. Restu beranjak kebelakang.
“Murni, Murni ….”
Lalu melangkah ke depan, tapi dilihatnya seorang laki-laki tetangganya bergegas mendekatinya.
“Pak Restu, istri Anda kecelakaan,” seru orang itu sebelum berada dekat dengannya.
“Apa?” Restu turun dari teras.
“Ketika hendak menyeberang, seorang pengendara sepeda motor menabraknya.”
“Di mana? Di mana?” tanya Restu panik.
“Seorang wanita pengendara mobil membawanya ke rumah sakit, dia minta saya mengabari pak Restu.
“Ba … bagaimana keadaannya?”
“Saya belum tahu Pak, tadi istri Bapak pingsan.”
Restu berlari ke dalam rumah, mengambil kunci sepeda motor dan bergegas keluar halaman, menstarter kendaraannya, menuju rumah sakit.
Laki-laki tetangga Restu itu naik ke teras, kemudian menutupkan pintu rumah, karena Restu meninggalkannya begitu saja. Ada kunci tergantung dari dalam, dia mengambilnya, lalu menguncinya dan menyerahkan kunci tersebut kepada RT setempat.
Restu terus melangkah ke dalam rumah sakit, menuju ruang IGD. Seorang wanita berpakaian perlente menyambutnya.
“Apa Bapak suami wanita hamil tadi?”
“Ya, namanya Murni. Bagaimana keadaannya?”
“Dokter sedang menangani dia, Bapak tenang saja di sini.”
“Apakah lukanya parah? Apakah_”
“Dia hanya terkejut, dan sedikit luka di tangan kirinya. Tadi dia pingsan.”
Restu menghela napas lega. Ia melongok ke arah pintu ruang IGD yang terbuka.
“Duduklah dulu di sini Pak, istri Bapak sedang ditangani. Kata dokter tidak begitu parah.”
“Terima kasih Ibu telah menolong istri saya.”
“Saya kebetulan lewat, melihat bagaimana perempuan itu menabraknya. Tampaknya dia sengaja melakukannya, lalu dia kabur begitu saja.”
“Perempuan?”
“Ya, perempuan. Saya tidak tahu mengapa dia melakukannya. Tapi saya tahu siapa dia.”
“Ibu tahu?”
“Sopir saya sedang melaporkan kejadian itu kepada yang berwajib. “
“Ibu tahu siapa dia?”
“Dia perusak rumah tangga saya. Nama saya Thomas, bu Thomas.”
Restu terkejut. Tentu saja dia mengenal nama itu. Thomas adalah laki-laki yang kemudian berselingkuh dengan Lisa, sehingga mencampakkan dirinya.
“Bu Thomas, pemilik butik yang _”
“Benar. Perempuan itu bernama Lisa. Suami saya tergoda sama dia. Dia menghabiskan banyak uang saya untuk memanjakan perempuan itu.”
Restu menghela napas panjang. Sekarang dia tahu, mengapa Murni mengatakan ada wanita yang selalu mengganggunya selama dua hari ini. Pasti dia Lisa. Bagaimana dia bisa tahu dimana Murni tinggal? Dan kebetulan juga dia melihat Murni ketika keluar dari rumah? Pasti dia selalu mencari kesempatan untuk mengganggu Murni, karena ketika datang ke bengkel, dirinya menolaknya mentah-mentah.
“Saya mencium ketidak beresan rumah tangga saya. Suami saya kerap pulang terlambat, bahkan sering kali menginap dengan alasan urusan bisnis. Ternyata dia berhubungan dengan perempuan itu. Saya melabraknya, memaki-makinya, dan saya mengambil semua perhiasan yang dia pakai. Pasti dari suami saya. Dia tak berkutik. Sekarang suami saya tak berani pergi ke mana-mana tanpa saya.”
Tanpa sengaja Restu melirik ke arah gelang yang dipakai bu Thomas, dan Restu sangat mengenalinya, karena gelang itulah yang dicurinya dari Wulan, dan diberikannya kepada Lisa. Tapi Restu tak ingin mengatakan apapun. Pasti bu Thomas mengira, semua perhiasan itu pemberian suaminya, dan kalau dia mengatakan bahwa gelang itu pemberiannya, maka ceritanya akan menjadi panjang. Biarlah, salah dia kalau gelang itu kemudian menjadi milik orang lain.
“Bapak tahu, gelang yang saya pakai ini harganya sangat mahal. Bertatahkan berlian di sekelilingnya. Bayangkan saja, berapa uang yang dipakai suami saya untuk membelikan gelang ini.”
Restu hanya mengangguk.
“Berkali-kali suami saya mengelak, bahwa bukan dia yang membelikan gelang itu, tapi mana mungkin saya percaya? Saya tahu suami saya adalah laki-laki pembohong dan penghianat.”
Bu Thumas terus mengoceh, sementara Restu lebih memikirkan keadaan istrinya yang ada di dalam ruangan itu.
“Oh ya Pak, saya tidak tahu nama istri Bapak, jadi saya belum bisa mendaftarkan namanya, tapi saya sudah membayar beberapa untuk biayanya, supaya istri Bapak segera ditangani.”
“Baiklah, berapa saya harus menggantinya?”
“Tidak usah, lupakan saja. Lebih baik menunggu hasil pemeriksaan itu.”
Restu berdiri dan bergegas mendekat, ketika seorang perawat keluar dari ruangan itu.
“Bagaimana keadaan istri saya?”
“Istri Bapak bernama Murniati?”
“Benar.”
“Dia baru saja sadar dan mengatakan siapa namanya. Tapi ibu Thomas sudah mengurus semuanya.”
Restu menoleh ke arah bu Thomas yang menyusul mendekati perawat itu.
“Doktar ingin bertemu,” lanjut perawat itu.
Restu bergegas menemui dokternya, padahal ingin segera ketemu istrinya.
Rupanya dokter itu adalah dokter kandungan.
“Istri bapak harus diperiksa lebih lanjut. Kejatuhan itu menyebabkan kontraksi dini.”
Restu ketakutan.
“Apa itu maksudnya?”
“Kita akan menunggu, kalau kontraksi berlanjut, bayi itu harus segera di keluarkan.”
“Apa? Tapi dia baru 7 bulan?”
“Kami sudah melakukan pemeriksaan. Bayi ibu Murni sehat. Semoga dia akan baik-baik saja.”
“Apakah berbahaya bagi istri saya dan bayinya?”
“Bapak jangan khawatir, kami akan melakukan hal terbaik.”
Restu bergegas menemui Murni. Ia langsung mencium kening Murni, lalu menggenggam tangannya erat.
“Bagaimana keadaan kamu? Mana yang luka?”
“Luka tidak seberapa.”
“Perempuan yang menabrak kamu akan segera ditangkap polisi.”
“Siapa dia? Tampaknya dia sengaja menabrak saya. Saya sudah mundur, jauh dari jalanan, tapi sepeda motor itu terus mengarah ke arah saya, sehingga saya terjatuh.”
“Dia orang jahat. Kamu jangan memikirkannya lagi. Semuanya akan baik-baik saja.”
“Anak kita terus bergerak, perut saya mengeras terus.”
“Kamu akan baik-baik saja.”
“Tolong selamatkan bayi ini. Kalaupun saya harus meninggal, biarkan bayi ini selamat,” kata Murni pilu.
“Murni, kamu tidak boleh bicara seperti itu. Dokter akan melakukan hal terbaik untuk kamu dan bayi kita,” kata Restu sambil mengelus kepalanya.
Murni terharu. Sekarang dia mengerti, memang benar Restu menyayanginya. Murni sangat bahagia.
“Apakah simbok sudah diberi tahu?”
“Aku akan memberi tahu semuanya, agar semua datang kemari. Bapak, ibu, mas Rio, Wulan juga simbokmu.”
“Baiklah, saya akan merasa tenang kalau ada mereka, lebih-lebih simbok.”
Restu segera memberi tahu semuanya, yang di sambut dengan rasa terkejut oleh semua orang.
Ketika Restu menelpon, tiba-tiba seorang wanita cantik masuk dan mendekati Murni.
“Bagaimana keadaan ibu?”
“Saya baik-baik saja. Maaf, ibu siapa?”
“Saya bu Thomas.”
“Murni, ini bu Thomas, yang menolong kamu. Begitu kamu kecelakaan dan pingsan, bu Thomas langsung membawa kamu ke rumah sakit,” terang Restu setelah menelpon.
“Oh. Terima kasih, Ibu Thomas. Terima kasih banyak.”
“Sama-sama bu Murni. Saya senang bu Murni baik-baik saja.”
Tapi tiba-tiba Murni memekik kesakitan.
“Adduh … perutku ….”
Restu mendekat, kemudian berteriak kepada perawat.
“Bapak dan Ibu dimohon keluar dulu ya, Ibu Murni akan diperiksa dokter,” kata perawat yang kemudian datang.
Restu keluar dengan wajah cemas.
Ia tak mau duduk, tetap berdiri di depan pintu sampai beberapa saat lamanya.
Ia terlonjak ketika perawat memanggilnya.
“Bapak, ibu Murni harus dioperasi, Bapak diharap menemui dokter dan menandatangani surat persetujuan.”
Besok lagi ya.
Bersambung ke Jilid 56
Leave A Comment