SELAMAT PAGI BIDADARI (78)

Karya Tien Kumalasari

Bu Trisni langsung panik, sementara ketika menjenguk ke luar, mobil pak Warso sudah tak lagi kelihatan, barangkali bisa minta tolong mengantar ke dokter lagi.

Bu Trisni dibantu Trimo mengangkat tubuh Murni yang lemas tak berdaya, membawanya duduk di kursi.

“Ambilkan teh hangat, Mo,” perintah bu Trisni.

Trimo segera berlari ke dapur, membuatkan teh untuk Murni, sementara Murni masih tampak lemas, tak mampu berkata-kata, tapi air mata meleleh dari sepasang mata indahnya.

“Bu, sabar ya Bu. Ibu harus ingat, Gilang bersama ayahnya, jadi tak ada yang perlu dikhawatirkan. Ya kan?”

“Tidak mau … tidak … mau …” bisiknya pelan.”

Trimo membawa gelas berisi teh hangat, diberikannya kepada Murni.

“Diminum dulu Bu,” kata Trimo.

Murni menerima gelasnya, lalu meneguknya beberapa teguk.

“Mengapa ibu berikan dia … mengapa?”

“Dia, pagi tadi datang kemari. Saya bilang bu Murni ke dokter. Entah bagaimana, dia bisa menemukan rumah sakit dimana bu Murni dirawat. Dia mengatakan bahwa bu Murni salah sangka. Pak Restu difitnah. Dia tidak melakukan apa-apa. Wanita itu yang tak tahu malu dan menjebaknya.”

“Dia bohong Bu, jangan percaya.”

“Bu Murni harus percaya, pak Restu mengatakannya dengan wajah sedih.”

“Dia itu pintar berbohong. Hati sebenarnya jahat.”

“Jadi bu Murni memilih percaya kepada wanita penggoda itu?”

“Saya belajar dari pengalaman mengenal dia Bu. Dia itu anak orang kaya yang hidupnya berantakan, karena mengejar kesenangan.”

“Bukankah bu Murni bilang bahwa dia telah bertobat?”

“Kenyataannya tidak.”

“Barangkali semua harus dipikirkan dengan kepala dingin bu, bukan dengan hati yang panas.”

“Bu Trini terkecoh oleh cara dia bicara.”

“Ya sudah, sekarang tenangkan hati Bu Murni dulu, nanti kita pikirkan apa yang seharusnya kita lakukan.”

Murni mengusap air matanya. Lalu dia mengambil ponselnya.

“Saya akan menelpon simbok.”

“Ya, silakan Bu, saya mau menata makan,” kata bu Trisni sambil beranjak ke belakang.

Begitu menelpon yu Sarni langsung mengangkat.

“Murni … owalah Mur, simbok bingung … kamu itu kemana saja, kok ilang-ilangan?”

“Iya Mbok, Murni memilih pergi, sudah nggak kuat lagi.”

“Lha nggak kuat itu kenapa?”

“Apa simbok juga sudah dibohongi oleh dia?”

“Dia siapa maksudmu? Pak Restu?”

“Siapa lagi yang tukang bohong?”

“Kamu itu jangan terburu napsu. Simbok sudah mendengar semuanya. Kamu itu salah sangka. Kamu dibohongi oleh bekas pembantu kamu yang bernama Marsih. Dia itu Lisa, perempuan jahat yang berpura-pura menjadi perempuan cacat dengan mengenakan topeng. Dia menjebak pak Restu untuk merusak rumah tangga kamu.”

“Simbok dibohongi oleh dia. Simbok seperti lupa bagaimana dia itu. Murni lebih baik pergi, Murni akan meminta cerai.”

“Murni!! Tidak bagus bicara seperti itu.” Sentak yu Sarni.

“Murni tidak kuat lagi Mbok, sekarang dia datang menemui Murni, lalu ketika Murni ada di rumah sakit, dia membawa lari Gilang.”

“Benarkah? Tapi masalah Gilang dibawa pak Restu belum sampai di rumah ini, beritanya.”

“Tolong Mbok, ambil kembali Gilang, Murni tak bisa berpisah dari dia,” tangis Murni.

“Kamu pulanglah kemari, dan bicara yang baik-baik.”

“Saat ini Murni sedang sakit Bu.”

“Sakit apa?”

“Sebenarnya … Murni hamil.”

“Alhamdulillah, ini berita menyenangkan. Simbok senang sekali. Bapak sama ibu Broto juga pasti bahagia. Cepat pulang Murni. Percayalah, semuanya akan baik-baik saja,” kata simbok yang suaranya berubah renyah karena gembira.

“Entahlah Mbok, badan Murni lemas. Ini berbeda dengan kehamilan saya yang pertama.”

“Apa kamu di rumah sakit?”

“Cuma sehari, karena tidak bisa lama-lama meninggalkan Gilang. Tak tahunya setelah pulang, Gilang sudah dibawa pergi,” sesal Murni.

“Simbok akan bilang pada ibu. Akan ada caranya untuk membawa kamu pulang kemari.”

“Tolong jangan pertemukan Murni dengan mas Restu.”

“Kamu jangan bicara yang tidak-tidak, kamu akan menyesalinya nanti,” pesan yu Sarni yang kemudian menutup pembicaraan itu.


Bu Broto sangat gembira mendengar bahwa Murni sudah hamil lagi. Ia segera menelpon Restu. Tapi baru saja bu Broto mengangkat ponselnya, Restu sudah muncul sambil menggendong Gilang.

Bu Broto berteriak senang, yu Sarni tergopoh-gopoh menyambut.

“Gilang, sayang … akhirnya kamu datang,” kata bu Broto yang kemudian menggendong Gilang, membawanya ke belakang diikuti yu Sarni.

“Apa yang terjadi?” kata pak Broto yang baru sekilas mendengar cerita tentang Murni.

“Murni ada di rumah sakit. Restu membawanya tanpa sepengetahuan Murni,” kata Restu sambil duduk di depan ayahnya.

“Baru saja Sarni bilang, istrimu hamil.”

“Iya, Restu mendengarnya dari bu Trisni, pemilik rumah dimana Murni tinggal bersama Gilang.”

“Bagaimana ini, rumah tangga baru saja dibina sudah kacau seperti ini.”

“Soalnya ada yang membuatnya Pak. Dia berharap supaya rumah tangga kami hancur. Murni tidak percaya lagi sama Restu. Restu juga sudah mengatakan kepada bu Trisni tentang apa yang terjadi sebenarnya, dengan harapan dia akan bisa meredakan amarah Murni. Tapi mengingat kekerasan hati Murni, Restu kurang yakin dia akan percaya, apalagi dia masih di rumah sakit.”

“Tadi menelpon Sarni, memang dia bilang bahwa tidak percaya sama kamu. Tapi dia sudah tidak di rumah sakit.”

“Berarti dia sudah tahu kalau Gilang Restu bawa pulang kemari.”

“Ya, dia bilang begitu.”

“Bagaimana cara menjemputnya? Dia tak akan mau mendenfarkan Restu. Harus ada penengah yang dipercayainya.”

“Yang bisa menangani masalah ini, hanya Rio dan Wulan. Tapi mengingat Wulan juga sedang hamil, entah bagaimana nanti, yang penting kabari dulu Rio atau Wulan.”

“Baiklah Pak, saya akan minta tolong mas Rio. Tapi barangkali belum bisa hari ini, karena ini sudah sore. Oh iya, mana yu Sarni?” teriaknya kemudian kepada yu Sarni.

Yu Sarni bergegas datang.

“Ini, pakaian Gilang, dan susu, berikut botolnya.”

“Baik, nanti saya yang akan mengurusnya. Murni sudah hamil lagi, sebaiknya Murni tidak memberi ASI lagi untuk Gilang,” kata yu Sarni, yang kemudian membawa barang-barang Gilang ke kamarnya.


Pagi-pagi sekali, pak Warso sudah keluar dari tokonya. Sudah ada karyawan yang membuka dan menata semuanya.

Pak Warso sudah menyiapkan mobilnya, bermaksud mengunjungi Murni, tapi tiba-tiba wanita yang mengaku bernama Lisa sudah berdiri di depan toko.

Pak Warso terkejut. Rupanya wanita itu memata-matai dirinya, sehingga tahu dimana harus menemuinya.

“Pak tua yang ganteng,” sapa Lisa sambil tersenyum genit.

“Ada apa Mbak datang kemari?” kata pak Warso dengan wajah kurang senang.

“Ya ampun Pak, semalam saya tidak bisa tidur karena memikirkan Bapak.”

Wajah pak Warso semakin muram. Wanita cantik yang hampir saja membuatnya terpikat itu sekarang membuatnya sebal, karena bicaranya yang tidak karuan. Pada dasarnya pak Warso bukan orang jahat. Dia menginginkan Murni karena Murni mengaku sudah janda. Hanya saja dia belum sempat mengutarakan maksudnya, sudah mendengar tentang kehamilannya, dan juga melihat suaminya datang menemuinya di rumah sakit.

Pak Warso langsung naik ke atas mobilnya, tapi tanpa diduga Lisa sudah naik dari sisi kemudi, dan duduk dengan santainya.

“Apa maksudnya ini?” hardik pak Warso.


Besok lagi ya.

Bersambung ke Jilid 79

Tags: No tags

Leave A Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *